Minggu, 17 April 2016

Mencintaimu Dalam Diam



                 Tangan kiri gadis usia 19 tahun ini mengusap matanya setelah mentari pagi menembus kaca jendela mungil disudut kamar berwarna merah muda itu. Dia lah Ayudina, mahasiswi kebidanan di salah satu PT swasta Makassar yang lebih akrab disapa Ain. Ain anak pertama dari 2 bersaudara. Ain bisa dibilang manja kepada ayah ibunya walaupun usianya sudah tidak terlalu muda lagi. Ain sangat suka mengoleksi dan berpergian dengan pakaian berbau muslimah dengan hijab dan longdress yang dikenakannya. Ain selalu berkutip dalam hatinya “Jika aku menginginkan calon imam yang pantas, mengapa tak sejak dini aku memantaskan diriku terlebih dahulu agar kami seimbang nanti?”. Mungkin dengan sepucuk kalimat itu yang membuat hatinya tergerak untuk memantaskan diri dengan memulai berhijab dan ingin lebih dekat Allah SWT.
                Suatu pagi yang sedikit mendung, Ain menatap parasnya dihadapan cermin dengan sesekali memutarkan badan melihat kepantasan seragam orange coklat yang dikenakannya. Tampaknya, Ain terlihat puas dengan dandanan sederhananya dengan meninggalkan meja rias dan segera mengambil ransel merah muda kesayangannya lalu meninggalkan rumah dengan sepeda motor. Tak sengaja mendung pagi mulai lenyap dengan membuka lukisan baru dibalik teriknya mentari pagi. Dengan kurang lebih 5 menit dari rumah, Ain menjemput salah satu kawan karibnya yang hampir setiap hari menjadi rutinitasnya. Dia adalah Risda, gadis berkulit putih dengan body yang lumayan pendek tapi imut dipandang. Mereka bukan hanya karib berdua, akan tetapi ada 5 gadis cantik lagi yang belum tersebutkan. Mereka adalah Kika, Fifi, Andyen, Tika dan Ani.
                Setelah sampai ke tujuan dengan menempuh 20 menit perjalanan, 7 orang gadis inipun bertemu disalah satu tempat favorit mereka jika dosen mata kuliah belum datang, yaitu kantin. Menurut mereka, kantin bukan hanya tempat kita berbelanja dan makan tapi kantin sudah menjadi tempat nongkrong kita hampir disetiap waktu kosong. Dengan suara yang sedikit berteriak, Ain memanggil salah satu temannya “Fi, Kika sama anak yang lain mana?”.
                “Ga tau tuh, tapi katanya tadi mau ke ruangan dosen. Jadi atau nggak nya juga aku nggak tau” jawab Fifi dengan wajah bingung dan pose sambil memegang smartphone kesayangannya.
                “Yaudah, duduk sini aja deh. Entar mereka datang juga” sahut Risda dengan menepuk bangku seraya menyuruh Fifi duduk disebelahnya.
                Suara lantang nan cempreng yang sepertinya mereka kenali mulai terdengar dibalik dinding kantin. Dengan semakin dekat suara itu terdengar, Risda dan Fifi mulai menebak siapa gerangan suara cempreng dibalik tembok itu. “Wah wah wah, kayaknya aku kenal nih suara” tebak Risda dengan wajah sok tau yang ditampakkannya.
                “Yaelah, suara cempreng gini masa aku ga kenal. Woy Andyen, tampakin wujud lo. Cepet!!” sanggah Fifi yang mulai sedikit berteriak
                “Woy, Lo kate gue sundelbolong yang wujudnya harus ditampakin gitu?” Nyolot Andyen yang sembari mengajak Kika, Ani dan Tika untuk bergabung dengan Ain, Fifi dan Risda.
jkdhfdyr.jpg                Tak sempat Fifi menjawab, dering telepon genggam Kika berbunyi. Setelah selesai berbincang lewat telepon, pertanyaan umum yang paling sering muncul dan kebetulan terucap dari bibir Ain “Dosen? Mau masuk sekarang?”
                “Iya, cari ruangan cepat!!” kata Kika buru-buru
                Mereka pun berlarian ke ruangan, bukan karena takut telat tapi karena satu alasan yang lucu tapi rasional, takut tidak dapat bangku paling depan.
                45 menit berlalu dan dosen mata kuliah pun meninggalkan ruangan. Segera Ayra mengajak keenam temannya untuk nangkring di Musholla. Setelah bokong mereka rapat dengan tembok, Ain mulai membuka pembicaraan. Ain menceritakan bagaimana perasaan yang dia alami sekarang. Ain merasakan apa yang marak dirasakan para remaja sekarang ini, dilema. Antara seorang mantan yang terindah dan seorang pria yang membuatnya move dari ikatan masa lalu yang membuatnya sempat menangis. Pria yang juga selalu ada buat Ain dan pria yang membuat semangatnya bangkit lagi. Ain menyimpan perasaan ini sudah beberapa lama sejak Ain mengakhiri hubungannya dengan Arta, mantan pacarnya. Namun, baru kali ini Ain mengungkapkan semuanya. Alasan Ain karena Ia takut dihakimi teman-temannya karena sebelumnya Ain sudah mengatakan bahwa tidak akan lagi memikirkan Arta dan tidak akan pernah mau lagi diajak kembali dari Arta. Namun, kadang perasaan dan ucapan berbeda. Itu yang dirasakan Ain saat pertama mengatakan demikian pada temannya.
                “Jujur, sampai detik ini aku masih menyimpan perasaan dan harapan sama Arta. Dan kali ini aku nggak bisa bohong. Tiap malam aku bingung antara ngomong sama kalian atau memendam ini terus-menerus. Tapi akhirnya aku memilih untuk ngomong. Aku masih sayang sama Arta. Dan aku harap kalian punya saran buat aku gimana caranya ngadapin perasaan ini” ungkap Ain dengan wajah tampak terus terang
                “Yaelah, terus-terusan kamu minta saran? Apa ga bosan dengan saran yang kita kita keluarin. Isinya tetap aja sama dengan yang dulu” lanjut Tika
                “Iya In, kalau masalah pengalaman mungkin aku jauh lebih berpengalaman tentang cinta. Dan saran kita kita tetap sama kayak dulu seperti yang Tika bilang tadi. Mending kamu buang jauh jauh perasaan kamu tentang Arta dan move ke pria yang bisa buat kamu bahagia” cetus Ani
                “Bener kata Ani dan Tika, In. Cuman kuda yang jatuh pada lubang yang sama dengan kedua kalinya. Kamu ingat ga gimana sakitnya kamu pas ditinggalin sama Arta? Mau keulang lagi? Memang sekarang udah mulai pudar dan yang menjawab itu adalah waktu. Dan waktu kamu rasain itu semua, kamu ga bisa nahan air mata juga kan? Sampe-sampe seragam aku jadi korbannya juga, basah bray!! Hahaha” sanggah Kika sambil tertawa
                Sejujurnya dalam hati yang paling dalam, Ain masih sayang dengan Arta dan disisi lain Ain juga sangat berharap dengan pria dingin yang selalu ada untuknya selama ini. Bayang-bayang kebingungan sudah semakin terlintas dibenaknya.
jkdhfdyr.jpg                Dengan tangkisan nasehat-nasehat dari sang sahabat yang semakin bertolak belakang dengan keinginan yang ada dihatinya membuatnya untuk lebih memilih semakin menutup mulut untuk urusan hati yang satu ini. Bukannya tak mau menerima nasehat, akan tetapi Ain merasakan yang namanya dilema antara kata hati atau pinta dari sahabatnya. Kehidupan memang tak selamanya dipenuhi dengan lingkar cinta, akan tetapi satu kata yang dinamakan “cinta” itu bisa membuat pikiran goyah dan terbebani jika disentuh masalah bagi yang merasakannya.
                Waktu berlalu dengan lambat laun dan membawa Ain semakin larut dengan pikirannya di atas kasur mungil berwarna merah muda di sudut kamar. Saat itu pukul 21:13 WITA.
                “Ya Allah, apakah hanya aku yang pernah merasakan hal semacam ini? Aku nggak mau kalo hari-hariku selalu digentayangi pikiran konyol ini. Fyuuuh, jujur, aku lebih baik sendiri jika akhir cerita dominan kayak gini.” Ucap Ain sembari menutup wajah dengan kedua tangannya
                Ain berniat meminta petunjuk kepada Allah SWT untuk memilih pilihan mana yang terbaik dari masalahnya ini. Dengan kening yang sedikit dikerutkan, Ain mencoba meraih weker HelloKittynya dan segera menyetel dengan alarm pukul 02:00 tujuannya untuk melaksanakan sholat istiqhorah. Dengan perlahan weker itu dikembalikan ke tempat semulanya. Untuk kesekian kalinya Ain menguap sambil menutup mulut dengan tangannya karena ia sudah merasa ngantuk. Saat itu pukul 22:10 WITA. Tak terhitung sejam, Ain sudah tertidur lelap dengan memeluk gulingnya.
                Perlahan-lahan, jarum jam terus berputar sampai menunjukkan pukul 02:00. Dengan dering weker yang suaranya lumayan besar yang artinya Alarm yang dipasang Ain telah bunyi dan waktunya untuk sholat Istiqhorah. Dengan wajah yang masih muka bantal, Ain bangkit dari tempat tidur. Berjalan sepoyongan dan sesekali menabrak tembok perlahan Ain masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Selepas itu, Ain mengenakan mukenah dan melaksanakan sholat Istiqhorah. Dengan mata yang sudah lumayan segar, Ain mengucapkan do’a yang telah dirangkainya indah-indah sebelum tidur.
                “Ya Allah, urusan Ain tentang yang satu ini memang adalah sesuatu yang sangat Engkau benci yaitu pacaran. Tapi, Ain mohon Ya Allah kuatkan hati Ain biar bisa ngindarin semua itu. Ain lebih mau mendekatkan diri padaMu Ya Allah. Ain nggak mau menambah dosa lagi dengan pacaran. Jika memang Ain kuat, tolong beri Ain petunjuk harus bagaimana Ain sekarang dan kedepannya Ya Allah. Amin Ya Rabb” ucap Ain dalam do’anya sambil menengadahkan tangan
                Setelah sholat Istiqhorah dan merapikan alat sholatnya, Ain berjalan ke dapur mengambil air minum lalu membawanya ke kamar. Di kamar, Ain tak berpikir panjang langsung naik ke tempat tidur dan meminum air yang diambilnya tadi. Dengan tangan kanan yang mengusap bibir sembari membersihkan bekas air minumnya tadi dan tangan kiri menyimpan gelas diatas meja kecil di sebelah tempat tidur, Ain mengambil weker dan menyetel Alarm kembali ke pukul 05.00 untuk sholat subuh. Karena jam masih menunjukkan pukul 02.25, Ain bergegas untuk istirahat kembali dan bangun nanti pas waktu subuh datang. Kurang lebih 2 jam Ain terlelap, Ain pun terbangunkan dengan Alarm hellokittynya kembali. Waktu menunjukkan pukul 05.00. Adzan di masjid sementara berkumandang dan terdengar indah dari dalam kamar Ain. Dengan mengusap mata dan kedua tangan lanjut mengusap wajahnya, Ain menghela napas panjang.
jkdhfdyr.jpg                “Alhamdulillah, udah subuh.” Kata Ain dengan senyuman manis penuh makna
                Setelah sholat subuh, Ain merapikan kamarnya dan mengecek handphone khawatir ada panggilan atau pesan yang tidak sempat Ia lihat.
                Perlahan, ciptaan Allah kembali terlihat dengan indah dan disertai dengan kicauan kutilang yang terbang bebas di angkasa. Embun pagi sudah mulai jelas terlihat di puncak pagar rumah Ain. Dengan perlahan, Ain membuka jendela kamar dan menghirup udara segar dari alam bebas. Ain tersenyum dan menggambarkan wajah yang memikirkan sebuah hal menjadi kebanggaannya.
                “Dengan pikiran yang dingin, mungkin apa yang terlintas dalam hati dan pikiranku saat ini adalah merupakan jawaban yang Allah berikan atas semua do’aku selama ini. Aku hamba Allah yang tak sepantasnya melakukan apa yang dilarangNya. Aku memang mencintai 2 pria yang tak pernah hilang dalam benakku, namun dengan mencintai mereka mengajarkanku untuk lebih mencintai penciptaku, Allah SWT. Jika memang kami, aku dengan salah satu dari mereka adalah dua garis yang ditakdirkan bersama, sekeras apa takdir itu memisahkan dan mengguncangkan masalah pada kami, maka takdir itu pula yang akan menyatukan kami. Allah itu Maha Adil. Jika memang Allah mematahkan hatiku kali ini, itu artinya Allah menghindarkanku dari orang yang salah dan akan menggantikannya dengan yang lebih baik karena aku percaya, Allah punya cerita yang sangat indah untukku dan jauh lebih indah dari rencanaku yang masih menjadi misteri. Dengan apa aku bisa menebak? Dengan percaya pada janji Allah untuk hamba-Nya, aku dan perjalanan ini. Dengan ini, aku lebih memilih untuk mencintai dalam diam dan menunggu akhir cerita yang Allah berikan untukku yang telah disiapkan dengan mantap diwaktu yang tepat.” Ungkapan manis dari bibir Ain yang masih merangkai sebuah senyum sambil menghirup napas panjang.
                Adanya rumput halus yang menari dengan hembusan angin sepoi-sepoi yang kesegarannya sudah bisa terbayang sendiri telah menjadi saksi dengan apa yang Ain ungkapkan. Lukisan pelangi indah dilangit terlihat suram melengkung seakan memeluk dunia ini. Sepertinya, semalam hujan sudah mengguyur daerah tempat tinggal Ain. Karena terlelap, Ain tak merasakan guyuran hujan yang satu persatu menetes diatap rumahnya semalam.